Rabu, 29 Agustus 2012

Inikah sepi?

Ini bukan yang pertama, duduk sendirian dan memerhatikan beberapa tulisan berlalu lalang. Setiap abjad yang tersusun dalam kata terangkai menjadi kalimat, dan entah mengapa sosokmu selalu berada disana, berdiam dalam tulisan yang sebenarnya enggan aku baca dan kudefinisikan lagi. Ini bukan yang baru bagiku, duduk berjam jam tanpa merasakan hangatnya perhatianmu melalui pesan singkat. Kekosongan dan kehampaan sudah berganti ganti wajah sejak tadi, namun aku tetap menunduk, mencoba tak memedulikan keadaan. Karena jika aku terlalu terbawa emosi, aku bisa mati iseng sendiri.
Tentu saja, kamu tak merasakan apa yang kurasakan, juga tak memiliki rindu yang tersimpan rapat rapat. Aku sengaja menyembunyikan perasaan itu, agar kita tak lagi saling mengganggu. Bukankah dengan berjauhan seperti ini, semua terasa jadi lebih berarti? Seakan akan aku tak pernah peduli, seakan akan aku tak mau tahu, seakan akan aku tak miliki rasa perhatian. Bagiku, sudah cukup seperti ini, cukup aku dan kamu, tanpa kita.
Kali ini, aku tak akan menjelaskan tentang kesepian, atau bercerita tentang banyak hal yang mungkin saja sulit kau pahami. Karena aku sudah tau, kamu sangat sulit diajak basa basi, apalagi jika berbicara soal cinta mati. Aku yakin, kamu akan menutup telinga dan membesarkan volume lagu lagu yang bernyanyi bahkan tanpa lirik yang tak bisa kauterjemahkan sendiri. Aku tidak akan tega membebanimu dengan cerita cerita absurd yang selalu kau benci. Seperti dulu, saat aku bicara cinta, kau malah tertawa. Seperti saat aku berbicara rindu, namun kautulikan telinga.
Hanya cerita sederhana yang mungkin tak ingin kaudengar sebagai pengantar tidurmu. kamu tak suka jika kuceritakan tentang air mata bukan? Bagaimana kalau kualihkan air mata menjadi senyum pura pura? tentu saja, kau tak akan melihatnya, sejauh yang kutahu, kamu tidak peka. Dan, mungkin saja sifat burukmu masih sama, walaupun kita tidak pernah bertatap mata.
Entah mengapa, akhir akhir ini sepi sekali. Aku seperti berbisik dan mendengar suaraku sendiri. Namun, aku masih saja heran, dalam gelapnya malam ternyata ada banyak cerita yang sempat terlewatkan. Ini tentang kita. Ah... sekarang kamu pasti sedang membuang muka. Aku pun begitu, tak ingin menyentuh bayang bayangmu yang semakin samar samar, tak ingin mereka reka senyummu yang tak lagi seindah dulu.
Tak usah dibawa serius, hanya beberapa rangkaian paragraf bodoh untuk menemani rasa sepi yang sudah lama sekali datang menghantui. Sejak aku mulai merasa sendirian, aku malah sering main dengan sepi.